Menikah Jangan Asal
•••┈┈•┈┈•⊰✿💟✿⊱•┈┈•┈┈•••
Alhamdulillah malam ini Kita Telah Berkumpul Kembali Untuk Menyimak Kajian Bersama Narasumber Kita
👳♂ Ustadz Mamang M. Haerudin M. Pd. I
📝 Dengan tema : Menikah Jangan Asal
Semoga Dengan Izin Allah Ta'ala.. Acara Kita Malam Ini Bisa Berjalan Dengan Lancar..
Aamiin Yaa Rabbal'Alamiin...
•••┈┈•┈┈•⊰✿💟✿⊱•┈┈•┈┈•••
Sahabat JOSH Yang dimuliakan oleh Allah..
Untuk lebih mengenal Narasumber Kita
••••••••••══✿❀✿❀✿══••••••••••
BIODATA NARASUMBER
••••••••••══✿❀💟❀✿══•••••••••
👳♂.Nama Lengkap : Mamang M Haerudin.M.Pd.I
👨💼Nama Panggilan: Aa Atau Mamang
Tempat/Tgl Lahir: Cirebon 22 Juli 1989
🏡Domisili: Desa Kubangdeleg. Kec Karawang.Kab Cirebon. 45186
Status : lajang
📚 Pendidikan : S1,S2 IAIN Syeikh Nurjati Cirebon. Pesantren Raudathul Tholibin Babakan.Ciwaringin
💼Aktivitas : Mendidik.Mengaji.Menulis
📌 Motto Hidup : Membaca Menulis Dan Kajianlah Maka Kita Akan Hidup
📧 Email : aazevenaldien@gmail.com
📱Whatsapp No : 081946916769
✍Motivasi bergabung dalam TI : Syiar Dakwah Islam Dan Memperluas Tali Silaturahim
•••┈┈•┈┈•⊰✿💟✿⊱•┈┈•┈┈•••
Ada saja orang yang menikah dengan alasan karena kesepian. Kalau sudah menikah maka otomatis ia tidak akan merasakan kesepian karena ada pendamping yang selalunsiap menghibur kita. Harapan itu tidak keliru, akan tetapi kalau ditelan mentah-mentah justru akan membawa malapetaka. Sebab ada orang yang buktinya sudah menikah tetapi tetap merasakan kesepian. Padahal nyatanga telah menjalani hidup berdua, istri dan suami, tetapi ia merasa seperti masih sendiri.
Menikah jangan asal atau jangan asal menikah. Termasuk ketika kita memutuskan untuk menikah hanya karena orang lain sudah menikah semua. Lalu kita merasa janggal dengan diri kita sendiri, terjadi perang batin; tinggal kita seorang yang belum menikah. Saya juga ingin menegaskan bahwa anggapan ini tidak sepenuhnya keliru tetapi jangan sampai dipahami mentah-mentah. Ingat, menikah itu bukan tren, bukan sekadar ikut-ikutan kebanyakan orang. Betapa banyak orang yang menikah tetapi sulit menemukan makna hidupnya setelah menikah dengan anggapan nasib pernikahannya tidak seperti orang lain.
Jangan jadikan kulit luar pernikahan dan rumah tangga orang lain untuk kemudian dipaksakan menjadi tolok ukur pernikahan dan rumah tangga kita. Kita boleh saja belajar dari pernikahan dan keberhasilan rumah tangga orang lain, tanpa harus terbebani sehingga membuat kita berkeluh-kesah dan merasa menjadi orang yang gagal. Menikahlah dengan prinsip dan komitmen yang dibangun atas dasar kemampuan diri.
Menikahlah dengan niat yang mantap karena kita butuh menikah. Kita memahami karena menikah itu merupakan salah satu cara untuk mendewasakan diri. Kita siap menikah karena siap menghadapi segala risikonya dalam suka maupun duka. Menikah karena murni atas dorongan diri bukan karena gengsi, bukan karena bully, bukan karena untuk memamerkan kemewahan resepsi pernikahan.
Pernikahan yang kelak membawa berkah tidak mesti mewah; pernikahan yang resepsinya diadakan di hotel atau auditorium, pernikahan yang dilengkapi dengan segala jenis makanan dan minuman enak, pernikahan dengan gaun pengantin yang kelewat mahal, mengundang tamu dengan begitu banyaknya, dengan hiburan yang cenderung hura-hura dan lain seterunya. Untuk itulah menikahlah dengan sederhana dan apa adanya.
Kita juga tidak usah terjebak dengan segala aksesoris yang tampak dari luar. Misalnya membuat kartu undangan yang mahal, melakukan sesi foto pra wedding yang berlebihan. Menikah tanpa resepsi yang mewah, tanpa membuat kartu undangan yang mahal, tanpa melakukan sesi foto pra wedding pun tidak apa-apa. Kita bisa mengalihkan biaya itu semua untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat.
Mengingat melangsungkan pernikahan tidak ada standar baku berkenaan dengan resepsinya, maka pilihlah pelaksanaan menikah yang paling sederhana. Pernikahan yang tidak banyak direkayasa. Atau karena ambisi ingin dianggap sebagai orang yang kaya, terpengaruh kemewahan pernikahan orang lain dan seterusnya. Jangan sampai pernikahan yang menjadi ajang syukur nikmat kepada Allah, malah berujung kufur nikmat.
Penting juga agar kita tidak mengidentikkan pernikahan dan rumah tangga seolah-olah ingin sama persis seperti yang ada dalam film Korea. Atau untuk sekadar berswafoto narsis, foto-foto yang menampilkan kemewahan pernikahan, menyebarkan foto liburan, foto makanan dan minuman yang enak-enak dan lain sejenisnya. Menikah dan berumah tanggalah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kita. Jangan takut dibully, jangan takut dianggap orang miskin, jangan khawatir dianggap tidak umum dengan orang lain. Pernikahan, rumah tangga dan hidup kita adalah kita yang menjalani bukan orang lain.
Wallaahu a'lam
Mamang M Haerudin (Aa)
Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah, 26 Maret 2018, 20.00 WIB
Komentar
Posting Komentar