Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Salahkah merindu?

Aku mulai menulis lagi. Menulis tanpa arah. Hanya menuangkan apa yang kurasa tanpa harus kupikir terlebih dahulu. Aku merindu lagi. Aku rindu kamu, separuhku. Rindu yang tak habis setelah kepergianmu. Rindu yang selalu terasa berat dan sakit. Rindu seperti siang yang terus mengejar malam. Rindu yang tak kunjung habis pikirku.

Tuan Yang Tak Terjangkau

Halo, Tuan. Sudah kupikirkan ini berkali-kali. Seberapa kerasnya usahaku untuk mendekatimu, menyentuhmu, atau sekedar bertegur sapa denganmu, bahkan untuk melihatmu saja Kau masih tidak dapat terjangkau olehku. Oleh pikiranku sekalipun. Jangankan itu, membayangkan tentangmu saja aku tak sanggup. Entah apa ini, Tuan. Aku pun tak paham. Aku masih tidak tahu Kau menggunakan cara apa sampai aku menjadi semengenaskan ini untuk menginginkanmu. Tapi bagaimanapun caramu, aku akan berusaha untuk itu. Mudah saja, Kau tetap dengan caramu, sementara aku dengan caraku. Bukankah yang sulit untuk didapatkan akan semakin menarik, Tuan? Hahaha Dan kau akan tetap dengan julukanku, Tuan yang tak terjangkau.

Gadis Bermata Teduh - Aldhin

Gadis bermata teduh Dan akhirnya aku kembali mengenangmu Setelah aku hanyut dalam rindu yang membara dihatiku Masih adakah ruang di hatimu untuk berteduh? Setelah panas gurun menyita air dalam tubuhku Masih adakah secawan penawar untuk rindu ini? Kalau sudah tak ada, biarkan saja aku di matamu berteduh di sana Karena di matamu aku ingin mandi dan hanyutkan semua rinduku Setelah itu akan kubangun bendungan di sana Agar air mata itu tak lagi hanyutkan tawa dan labuhkan batinmu pada sepi Gadis bermata teduh Aku ingin menyelam di matamu Mencari tawa yang hanyut agar kembali meruang lalu menyerbak di wajahmu Gadis bermata teduh Kurindui senyummu yang menyemangati hari-hariku Senin, 26 April 2010. Mozaik.

Tuan Bermata Teduh

Halo, Tuan bermata teduh. Cuaca terik sekali siang tadi. Tapi tentu tidak denganmu kan? Kau yang bermata teduh itu. Jika melihatmu, perasaan disekitar tiba-tiba menjadi teduh. Nyaman. Tetaplah seperti itu, Tuan. Hanya kau yang kuingini disaat perasaanku sedang kacau balau seperti saat ini. Entah hanya masalah panas terik maupun hujan. Ngomong-ngomong soal hujan, aku sangat suka hujan. Aku suka hujan dimulai dari hawa dinginnya, rintiknya, gerimis manisnya, bahkan sampai derasnya sekalipun. Jika yang lain berlari-berlari dan bermain bersama hujan, aku lebih senang menikmatinya dalam keteduhan. Dan aku menyukai Tuanku yang bermata teduh. Sangat teduh seperti hujan. Sampai diam-diam mencintai dengan sangat dalam. Namun, layaknya hujan, kau datang lalu pergi dan menyisakan genangan. Bersamamu aku nyaman, tidak akan sakit karena bermain hujan ataupun kepanasan. Di saat aku menikmati tiap rintik hujan, kau tetap bersamaku, tidak meninggalkanku dan tidak membiarkanku kehujanan

Tuan Dibalik Pintu

Antenaku sepertinya bekerja dengan sangat baik jika tahu apapun yang berhubungan denganmu, Tuan. Signal-signal yang dikirimkan darimu melalui antenaku bisa kuterima dengan sangat baik. Berapapun jarakmu, aku tahu. Apapun yang kamu lakukan, aku tahu. Sedang dimana, sama siapa, aku juga tahu. Dan malam ini seperti biasa aku hanya bisa bersembunyi untuk menutupi kekagumanku. Aku mendengar suaramu. Dibalik pintu. Aku tahu itu kau, Tuan. Tapi apa yang bisa kulakukan? Aku hanya bisa memuaskan pendengaranku dengan suaramu. Suaramu indah, Tuan. Banyak harapanku tentangmu, Tuan. Di sini. Iya, di sini. Dan aku, hanya bisa berada dibalik sisi pintu lainnya dengan berjuta-juta harapan tentangmu.

Keluarga

Mungkin, ini-lah yang disebut keluarga. Ketika ada tubuh yang terjatuh, selalu ada tangan yang membantu untuk bangkit. Tidak peduli seberapa besar masalah yang kita hadapi, keluarga selalu tampil nomer satu untuk kita. Memberi perlindungan, rasa nyaman dan mendukung kita untuk berdiri lagi dan menata masa depan. Keluarga adalah keajaiban kecil yang diciptakan Tuhan untuk hambaNya.