BELAJAR MENDENGARKAN
📖👂🏻👌🏻📖👂🏻👌🏻📖👂🏻👌🏻
💞Sahabat JOSH Rahimakumullah...
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata baik atau diam“. (Muttafaqqun ‘Alaih)
📝Dalam sebuah penelitian, para ahli komunikasi menyimpulkan bahwa 75% waktu manusia digunakan untuk berkomunikasi dan 25% dialokasikan untuk mendengar. Di sinilah pentingnya agar manusia mengetahui seni mendengar yang baik agar komunikasi dengan sesama lebih lancar.
Ada sebuah perkataan bahwa “seorang pembicara yang baik adalah pendengar yang baik”. Tentu saja kalimat ini bukan sekedar kiasan kata atau kalimat tanpa makna. Jika kita cermati, susunan kalimat diatas bisa kita maknai bahwa setiap pembicara yang baik adalah pendengar yang baik atau dengan kata lain, jika kita ingin menjadi pembicara yang baik maka haruslah kita belajar dulu menjadi pendengar yang baik.
📿Allah Subhanallahu wata’ala menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga. Hal ini terbukti ketika awal mula manusia terlahir di dunia panca indra yang pertama kali berfungsi adalah telinga, bahkan ketika seorang bayi yang di dalam Rahim ibunya bisa mendengar suara yang ada di sekitarnya. Hal ini seakan mengisyaratkan bahwa hendaknya manusia lebih banyak mendengar daripada banyak berbicara.
Rasulullah Saw adalah seorang pendengar yang baik.
📿Ketika dakwah Rasulullah Sallallahu 'Alayhiwasalam mulai menarik simpati penduduk kota Mekkah, para pembesar Quraisy mencari cara agak hal itu tidak berlanjut kepada seluruh penduduk Mekkah. Maka mereka mengirim ‘Utbah bin Rabi’ah seorang yang dikenal orator ulung dan negosiator yang piawai. Berharap dapat membujuk Rasulullah Saw agar tidak melanjutkan gerakan dakwahnya.
Kemudian ketika ‘Utbah telah sampai, Rasulullah Saw menyambutnya layaknya sebagai tamu yang perlu dihormati. Dan Rasulullah Saw mempersilahkan ‘Utbah untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Mulailah ‘Utbah dengan memuji Rasulullah Saw dan berbicara panjang tentang nasab dan kedudukannya di Bani Quraisy, dan menawarkan beberapa hal yang diharapkan bisa membuat Rasulullah berpikir ulang dan menghentikan dakwahnya. Ketika itu Rasulullah Saw dengan seksama mendengarkan setiap perkataan ‘Utbah dan sambil tersenyum mendengar tawaran-tawaran manis tersebut.
Dan ketika ‘Utbah selesai berbicara, barulah Rasulullah mulai berbicara dan memberikan tanggapan . Kemudian Rasulullah Saw membaca ayat 1-5 dari surat Fushilat, ‘Utbah mendengarkan sampai akhir hingga ketika selesai membaca, Rasulullah Saw meminta ‘Utbah untuk merenungkan setiap kata dari ayat tadi. Tampak dari raut wajah ‘Utbah dan sedikit gelisah hingga ia bergegas kembali untuk melaporkan hasil pertemuannya tersebut kepada pemuka Quraisy yang tidak sabar menunggu kabar gembira. Tapi kenyataan yang diperoleh sebaliknya, ‘Utbah malah memberi saran kepada mereka agar berhenti untuk menghalangi dakwah Muhammad dan ia bercerita bahwa Muhammad membaca suatu perkataan yang bukan syai’ir dan diyakininya bukanlah datang dari manusia biasa. Sontak saja hal itu membuat para pemuka Quraisy murka, Bagaimana mungkin seorang yang mereka utus dan dianggap paling bisa menaklukkan setiap argumen Muhammad kini malah membela bahkan mulai mempercayai perkataannya.
Kisah diatas tentu saja bukan sebuah klise atau dongeng, karena memang seperti itulah Rasulullah Saw selalu menghargai lawan bicaranya, hingga pada akhirnya mampu membuat ‘Utbah bin Rabi’ah mau mendengarkan Rasulullah Saw. Satu pelajaran yang dapat kita petik dari kisah Rasulullah Saw diatas adalah bagaimana menghargai lawan bicara dan memposisikan diri sebagai pendengar yang baik, karena dengan begitu perkataan kita pun akan mudah diterima orang lain.
👂🏻Mendengarkan tidak sama dengan mendengar. Mendengar bisa sambil lalu, masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Sedangkan mendengarkan, butuh teknik yang lebih rumit.
📖Belajar mendengarkan berbanding lurus dengan mengekang lidah, membisukan diri. Kata orang bijak, alasan mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga dan hanya satu lidah adalah supaya manusia jauh lebih banyak mendengarkan dibanding berbicara.
Menjadi pendengar yang baik itu tidak mudah. Kegiatan mendengarkan harus dilakukan dengan konsentrasi penuh. Apa yang didengar, sungguh-sungguh disimak, dicatat dalam memori hati dan otak, diresapi, dan dimengerti.
👉🏻Dalam mendengarkan, kita perlu mengaktifkan emosi dan rasio pada saat yang bersamaan. Emosi yang aktif digunakan agar kita mampu berempati kepada mereka yang bertutur kepada kita. Memperhatikan dengan saksama, fokus menyimak, tidak melakukan hal lain—misalnya: asyik dengan handphone. Emosi juga mengatur ekspresi apa yang harus kita tampilkan saat mendengarkan. Apakah gembira, antusias, bersemangat, serius, prihatin, bersedih, atau bahkan tanpa ekspresi? Semua tergantung dari apa yang sedang kita dengarkan. Dengan aktivasi emosi yang tepat, Si Pembicara merasa dirinya dihargai.
♻Rasio atau logika juga harus dalam keadaan on saat mendengarkan. Otak harus menyusun dan merunut informasi atau cerita yang kita dengar. Alur informasi yang runut memudahkan kita untuk memahami apa yang dimaksudkan pembicara, sehingga kita terhindar dari kesalahpahaman. Rasio juga penting untuk menganalisis informasi.
Analisis tersebut bermanfaat sebagai bahan pertimbangan action atau feedback pasca mendengarkan. Bagaimana pun kita harus bijak saat mendengarkan. Kita dilarang menerima semua informasi secara mentah. Tidak semua informasi yang kita dapat benar adanya. Kita punya telinga kanan dan kiri, keadaan ini selain mengingatkan kita untuk banyak mendengar, juga mengarahkan kita untuk mendengarkan dari semua sisi. Sekali lagi pentingnya logika saat mendengarkan adalah memposisikan diri sebagai pihak netral, yang bersikap objektif dan tidak mudah terprovokasi.
👌🏻Semakin kita beranjak dewasa, kita akan lebih mengerti mana yang hanya perlu didengar dan mana yang perlu didengarkan. Melewati pasang surut hidup dengan menyelami ragam cerita dan informasi pada akhirnya akan memperkaya hikmat kita sendiri.
⁉Selagi kita diberi kesempatan hidup dengan dua telinga yang normal, marilah kita luangkan waktu untuk mendengarkan: mendengarkan kawan curhat, mendengarkan ibu memberi nasihat, mendengarkan ceramah dosen, mendengarkan Rabb Sang Maha Mendengar.
Wallahu a'laam bishshawab
Komentar
Posting Komentar