Surat untuk Tuanku


Suratku ini ‘bertuan’.

Selamat malam, Tuan.
Seperti sebelumnya, surat ini adalah sebuah pertanda bahwa aku sedang merindukanmu. Akan ku ceritakan sedikit kenapa suratku ini harus hadir. Dengarkan baik-baik.

Rindu tak perlu alasan bukan? Rindu ini muncul bukan karena ada atau tak adanya komunikasi. Bukan karena ada atau tak adanya temu. Bukan karena apapun. Ahh, kau pasti pasti lebih tau tanpa aku jelaskan. Rindu menuntut pertanggungjawaban ketika terkatakan. Kurasa aku dan kamu cukup tahu tentang hal ini.
Dan bukankah kita telah mengambil hikmah dari pelajaran hidup kita? Aku yakin kamu tahu betul hal ini. Tetapi satu hal yang kumaknai dari rindu. Ia adalah perasaanku. Milikku. Ia hakku. Kukatakan atau tidak padamu itu urusanku.
Seperti yang kukatakan tadi, rinduku belum bisa dipertanggungjawabkan. Jadilah aku melayangkan seluruh perasaanku pada baris kata. Agar aku lega.
Tak peduli semua tulisan ini akan meluap. Akan terbaca. Tak peduli rindu ini ditelan angin. Sekali lagi itu urusanku. Apakah kau rindu juga padaku. Apakah kau membaca tulisan ini. Itu urusanmu.

Hey, apakah rindu itu rasanya seperti ini? 
Se-menyenangkan ini? 
Agaknya aku terlambat tahu, tetapi aku berhasil memaknai dan menikmatinya. 
Pencapaian yang bagus bukan? 
Harusnya kau mengatakan aku hebat. Hehehehee
Tapi aku tak pernah merasakan rindu tanpa doa darimu, sepertinya. Terima kasih, Tuan.
Oia, apa kabarmu? 
Kau baik-baik saja? 
Tidak terserang demam atau flu kan?
Kabarku menyenangkan. Aku belajar banyak. Memaknai hidup, persahabatan, keluarga, dunia, perasaanku padamu, dan menkmati mendiskusikan tentang kamu dan rindu milikku dengan-Nya.
Aku belajar menjadi dewasa, seperti yang kau harapkan dan doakan. Sekali lagi, terimakasih untukmu, Tuan. Salah satunya darimu aku belajar menjadi seseorang yang dewasa dalam berpikir dan bertindak. Yah, keberadaanmu pasti memiliki makna. Sebab Allah sudah menentukan semua ini. Semoga kau masih selalu mendoakanku. 

Ahh.. aku harus tidur sekarang. Semoga esok harimu menyenangkan. Selamat malam, Tuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACAM MACAM IKHTILAF (Perselisihan Pendapat Ulama)

Praktek Kerja Lapangan (PKL) - bagian 2

I.M.M 2