Rumah Kita

Kau dan Aku...

Mungkin kita berdua sudah berada pada titik terjenuh kehidupan kita. Kau bilang tak mampu lagi merasakan bagaimana mencintai, dan aku pun sepertinya mulai mati hati.

Lelah...
Aku tahu kau juga merasakan itu, sama sepertiku. Ingin menghilang dan membangun dunia milik kita sendiri. Bercengkrama berdua, berbagi hati.

Ingat apa impian kita?
Duduk berdua di halaman luas, berbaring memandangi awan dan langit, sambil menanti jingga senja hari. Atau berjalan di bawah gerimis yang perlahan menjadi deras untuk menyamarkan air mata kita, berdua.

Akupun muak, An… sama sepertimu.

Aku ingin bersamamu, menghias rumah pohon kita dengan seribu senyum. Menata ruangan yang tidak seberapa luas ini sesuai dengan keinginan kita. Aku yakin selera kita sama, karena kau separuhku. Dari sini kita bisa melihat padang ilalang dan juga dedaunan hijau kesuakaanmu, karena aku tahu kau suka melihatnya menari saat angin atau hujan menggodanya. Kita juga bisa merasa sedikit lebih dekat dengan langit, dan hampir menyentuh awan. Kupasang beberapa lentera di setiap sudut dinding kayunya. Sinarnya yang redup akan membuat kita nyaman, karena kau dan aku menyukai gelap, bukan?

Oiya, akan kugantung juga kelintingan besi di dekat jendela. Kau pasti akan suka mendengar alunan merdunya saat angin berhembus.

Huuufft… Aku terlalu lelah dengan semua realita, terlalu mual dengan segala urusan cinta.

Dan di sinilah aku, duduk sendiri di teras belakang rumah pohon kita. Memandangi senja dalam kepung sunyi. Menunggu kau pulang :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACAM MACAM IKHTILAF (Perselisihan Pendapat Ulama)

Praktek Kerja Lapangan (PKL) - bagian 2

I.M.M 2