Sekilas Keutamaan Surat Al-Ashr
Abu Hammam Kiryani 20 March 2013
Pada kehidupan dunia yang fana ini, tidak ada seorangpun yang menginginkan dirinya merugi. Akan tetapi, kebanyakan manusia lalai dari hal-hal yang dapat mengantarkannya menuju keberuntungan dan menjauhkannya dari kerugian, serta memberikan kebahagiaan yang hakiki dan menghilangkan kesedihan dalam mengarungi kehidupan yang penuh ujian dan cobaan. Allah telah menggambarkan kerugian yang akan dialami bani Adam kecuali bagi mereka yang bersungguh-sungguh menggapai, mengamalkan, dan mempertahankan hal-hal tersebut agar terus menyelimuti serta menyifati dirinya sampai ajal menjemputnya. Sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya),
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. al-Ashr [103]: 1-3)
Demi masa sesungguhnya semua manusia dalam keadaan merugi baik orang miskin maupun kaya, orang punya pangkat maupun tidak, orang tua maupun muda. Semuanya dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang mempunyai kriteria sebagai berikut:
Pertama: orang-orang yang beriman
Syaikh Abu Bakar al-Jazairi dalam tafsirnya berkata: “Orang-orang yang beriman dikecualikan Allah dari kerugian. Mereka menjadi orang-orang yang beruntung dan tidak tergolong orang-orang yang merugi. Yang dimaksud beriman di sini adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta beriman kepada apa yang didatangkan kepada Rasulullah berupa petunjuk dan agama yang haq (Islam). Dan perlu diperhatikan bahwa iman kepada Allah tidak hanya sekedar ucapan semata, angan-angan yang terlintas semata, atau apa yang terbetik dalam hati seseorang, akan tetapi yang dimaksud dengan iman adalah pengakuan dengan dalam hati, mengucapkannya dengan lisan, dan mengamalkannya dengan anggota badan. Syaikh Utsaimin dalam kitab Majmu’ Fatawa berkata: “Iman menurut Ahlus Sunnah adalah pengakuan dalam hati, mengucapkannya dengan lisan, dan mengamalkannya dengan anggota badan. Makaorang yang beriman kepada Allah apabila meyakini dalam hatinya hal-hal yang berkaitan dengan Allah, kemudian mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan dari tuntutan-tuntunan bagi hamba yang mengaku dan mengucapkan iman tersebut. Dan perlu kita perhatikan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang. Al-Hafidz Abu Bakr Al-Ismaily dalam kitabnya I’tiqad Aimati Ahlil Hadits mengatakan: “Iman itu bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan melakukan kemaksiatan. Barangsiapa yang melakukan ketaatan niscaya akan bertambah imannya. Semoga kita menjadi orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar yang berlandaskan pada ilmu yang haq, berpijak dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk menambah iman kita dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada-Nya.”
Kedua: orang-orang yang beramal shalih
Beliau Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi dalam Tafsirnya mengatakan: “Adapun yang dimaksud dengan amalan shalih adalah amalan-amalan shalih yang wajib dan yang sunnah.” Akan tetapi perlu kita perhatikan bahwa, amalan yang kita amalkan belum tentu diterima Allah Karena amalan baik yang kita amalkan akan menjadi amalan yang shalih yang diterima Allah kalau memenuhi syarat-syarat diterimanya amal, Maka sebagaimana yang dikatakan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu bahwa syarat diterimanya amal di sisi Allah ada tiga:
Beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya
Alhamdulillah Allah telah memberikan nikmat yang agung dengan menjadikan kita orang Islam dan beriman kepada Allah sehingga terpenuhi syarat yang pertama dari diterimanya suatu amalan. Adapun orang-orang non Islam seperti orang Yahudi, Nasrani dan Majusi walaupun mereka berbuat kebaikan akan tetapi tidak akan diterima amalan mereka di sisi Allah.Ikhlas
sebagaimana firman Allah (yang artinya) : “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya” (QS. az- Zumar [39]: 22)Sesuai dengan yang di datangkan Rasulullah,
sebagaimana firman Allah (yang artinya) : “… apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka ; terimalah, dan apa yarvg dilarangnya bagirnu, maka tihggalkanlah. dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya” (QS. al-Hasyr [56]:7)
Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa berusaha menghadirkan niat yang ikhlas dan mengharap wajah Allah dan mengikuti amalan Rasulullah agar amalan kita di terima di sisi Allah, Walaupun kadang hati ini terasa berat untuk bisa mengamalkan amalan yang sholih agar diterima Allah dengan memenuhi tiga syarat yang termaktub. Akan tetapi bila kita laksanakan dengan terus-menerus dan bersabar, insya’ Allah hal yang berat akan menjadi ringan. Dan sesungguhnya dalam melakukan ketaatan kepada Allah terdapat kelezatan dan kesenangan yang tidak dapat diketahui seorangpun melainkan orang yang mempraktekkan dan mengamalkannya. Hanya kepada Allah kita memohon agar dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah dan mendapatkan kelezatan serta kebahagiaan di dalamnya.
Ketiga: saling menasehati supaya mentaati kebenaran
Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi berkata: “Maksudnya adalah dengan meyakini suatu kebenaran, mendakwahkannya dan mengamalkannya. Dan yang demikian itu bisa terwujud dengan mengikuti al-Qur’an dan hadits Rasulullah, (dengan pemahaman yang dipahami generasi salafus shalih, pent).”
Menasehati orang lain merupakan ibadah yang banyak keutamaannya: Akan tetapi hal ini sangat membutuhkan keikhlasan ilmu, kelemah-lembutan dan kesabaran. Karena berdakwah denganmenunjukkan jalan keselamatan dan kebenaran penuh rintangan. Walaupun demikian, tidak akan terasa sulit dan berat bagi orang yang berdakwah di jalan Allah sebagaimana dalam firman-Nya (yang aritnya) :
“Siapakah yang lebih. baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang sholih, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri” (QS. Fushshilat: 33) .
Hasan al-Bashri telah membaca ayat yang mulia tersebut, yang artinya (Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah) kemudian beliau mengatakan bahwa seorang da’i itu adalah kekasih Allah, wali Allah, manusia pilihan Allah dan penduduk bumi yang paling dicintai Allah. Kemudian Rasulullah juga mengabarkan tentang keutamaan orang yang berdakwah dengan menunjukkan kebenaran, beliau bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka baginya (pahala) sebagaimana orang yang melakukannya” (HR. Muslim). Dan orang yang mengorbankan dirinya untuk berdakwah dengan ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti metode Rasulullah dalam berdakwah) merupakan orang-orang yang bersungguh-sungguh mengikuti jejak Rasulullah karena beliau sangat gigih mendakwahkan agama yang haq ini, sebagaimana firman Allah (yang artinya) :
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang–orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah. dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”” (QS. Yusuf[12]: 108).
Keempat: saling menasehati untuk menetapi kesabaran
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, dalamTafsirnya mengatakan: “Maksudnya saling menasehati sebagian mereka sebagian yang lain, dengan kebenaran: Supaya kebenaran itu diyakini (dengan hati), disampaikan (dengan lisan), dan diamalkan (dengan anggota badan) serta saling menasehati untuk menetapi kesabaran atas yang demikian itu. Sampai salah satu di antara mereka meninggal sedangkan ia meyakini suatu kebenaran, mengucapkannya dan mengamalkan apa yang datang dari kebenaran itu”.
Saudaraku, kesabaran merupakan perkara yang sangat penting. Kita semua membutuhkannya agar dapat mengarungi kehidupan dunia yang tidak lepas dari ujian. Semoga Allah menjaga jiwa kita untuk tetap istiqamah dalam menuntut ilmu syar’i yang menjadi pelita hati untuk semua penduduk bumi, baik di dunia dan di akhirat nanti. Dan semoga Allah senantiasa memberikan keistiqamahan untuk beramal kebaikan serta memberi keteguhan dalam mendakwahkannya. Akhirnya kepada engkaulah ya Allah Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, penuhilah hati kami dengan kesabaran agar dapat mengarungi ujian dan rintangan dalam mendakwahkan kebenaran sesuai dengan kemampuan.
Marilah kita memperhatikan hal-hal yang bisa melepaskan diri kita dari kerugian di dunia dan akhirat sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ashr serta bersungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita mulia tersebut karena para ulama dalam menempuh jalan ilmu, amal, dan dakwah mereka bersabar dan bersungguh-sungguh di atas. Menuntut ilmu syar’i memiliki kenikmatan tersendiri yang dapat membuat, orang lupa dari kenikmatan dunia. wahai saudaraku sekalian perhatikanlah perjalanan hidup ulama salaf yang rela menanggung penderitaan untuk meraih ilmu.
Syaikh Muhammad bin Thahir al Maqdisi berkata: “Saya pernah mengalami kencing berdarah dua kali ketika belajar hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Makkah. Itu karena saya berjalan tanpa alas kaki di bawah terik matahari yang menyengat, sehingga saya mengalami kencing berdarah tersebut dan saya tidak pernah naik kendaraan ketika belajar hadits kecuali sekali saja, sedangkan saya membawa sepuluh kitab di atas pundak”. Inilah di antara keadaan ulama salaf yang teguh dan gigih dalam menempuh jalan kemuliaan dengan menuntut ilmu. Semoga Allah menjadikan kita orang yang dapat mengambil ibrah dari jerih payah ulama salaf dalam menuntut ilmu dan mewariskan kegigihannya pada jiwa kita semua.
Inilah sekelumit perjalanan hidup ulama salaf yang bersemangat dalam menempuh jalan ilmu, amal dan dakwah serta bersabar di atasnya sehingga menjauhkan mereka dari kerugian dan membawa menuju kemuliaan dunia dan akhirat. Hanya ini yang bisa kami sampaikan semoga khutbah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan jama’ah umumnya. Serta dapat menjadikan orang yang lalai segera menyadari kesalahan dan mencari ampunan Rabb-nya. Dan menjadikan kita mampu memiliki sifat-sifat yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya dalan surat Al-Ashr, karena hal inilah yang dapat menghindarkan kita dari kerugian di dunia dan akhirat. Aamiin.
—
Penulis: Ustadz Abu Hammam Kiryani, BA.
Artikel Muslim.Or.Id
Baca selengkapnya. Klik https://muslim.or.id/12751-sekilas-keutamaan-surat-al-ashr.html
Komentar
Posting Komentar