Adab Bertamu Dalam Islam

🔰 Rekap Kajian On Line Tholabul 'Ilmi 🔰

Oleh    : Ustadzah Muthia
Hari    : Senin, 17 Juli 2017
Live dari : Group TI 17
Tema  : Adab Bertamu
Notulen : Ukhty Donna

#################
🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰

Bismillahirrahmanirrahiim..

Adab Bertamu Dalam Islam
🏡🏡🏡🏡🏡🏡🏡🏡

Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi atau bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.
Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama muslim.
Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)
Rasulullah bersabda:
إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ أَوْ زَارَهُ ، قَالَ اللهُ لَهُ : طِبْتَ وَطِابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مَنْزِلاً فِي الْجَنَّةِ
“Bila seseorang mengunjungi saudaranya, maka Allah berkata kepadanya: “Engkau dan perjalananmu itu adalah baik, dan engkau telah menyiapkan suatu tempat tinggal di al jannah (surga).” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 345, dari shahabat Abu Hurairah )
Namun yang tidak boleh dilupakan bagi orang yang hendak bertamu adalah mengetahui adab-adab dan tata krama dalam bertamu, dan bagaimana sepantasnya perangai (akhlaq) seorang mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga perangai (akhlaq) yang baik merupakan tujuan diutusnya Rasulullah , sebagaimana beliau bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُ تَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlaq (manusia).”

Oleh karena itu, pada kajian kali ini, akan kami sebutkan beberapa perkara yang hendaknya diperhatikan dalam bertamu. Di antaranya sebagai berikut:

1. Beri’tikad Yang Baik

Di dalam bertamu hendaknya yang palingلا penting untuk diperhatikan adalah memilki i’tikad dan niat yang baik. Bermula dari i’tikad dan niat yang baik ini akan mendorong kunjungan yang dilakukan itu senantiasa terwarnai dengan rasa kesejukan dan kelembutan kepada pihak yang dikunjungi.
Bahkan bila ia bertamu kepada saudaranya karena semata-mata rasa cinta karena Allah dan bukan untuk tujuan yang lainnya, niscaya Allah akan mencintainya sebagaimana ia mencintai saudaranya. Sebagaimana Rasulullah :
زَارَ رَجُلٌ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ لَهُ فَأَرْصَدَ اللهُ مَلَكًا عَلَى مَدْرَحَتِهِ ، فَقَالَ : أَيْنَ تُرِيْدُ ؟ قَالَ : أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ. فَقَالَ : هَلْ لَهُ عَلَيْكَ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا ؟ لاَ قَالَ : أُحِبُّهُ فِي اللهِ. قَالَ : فَإِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكَ ، أَنَّ اللهَ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ
“Ada seseorang yang berkunjung kepada saudaranya di dalam suatu kampung, maka Allah mengirim malaikat untuk mengawasi arah perjalanannya. Ia (malaikat) bertanya kepadanya: “Mau kemana anda pergi? Ia menjawab: “Kepada saudaraku yang ada di kampung ini. Malaikat berkata: “Apakah dia memiliki nikmat (rizki) yang akan diberikan kepada engkau. Dia menjawab: “Tidak, semata-mata saya mencintainya karena Allah. Malaikat berkata: “Sesungguhnya saya diutus oleh Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu.” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 350, Ash Shahihah no. 1044)

2. Memilih Waktu Berkunjung

Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu memilih waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang enak bagi tuan rumah bahkan terkadang mengganggunya. Dikatakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (HR. al-Bukhari no. 1706 dan Muslim no. 1928)

3. Meminta Izin kepada Tuan Rumah

Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah subhanahu wa ta’ala di dalam firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.” (An-Nur: 27)

Di antara hikmah yang terkandung di dalam permintaan izin adalah untuk menjaga pandangan mata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR. al-Bukhari no.5887 dan Muslim no. 2156 dari sahabat Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu)

Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana pakaian sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin terlebih dahulu kepada penghuni rumah, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya. Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. (Lihat Taisirul Karimir Rahman)

Adapun tata cara meminta izin adalah sebagai berikut:

a. Mengucapkan salam
Seseorang yang bertamu diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana ayat 27 dari surah An-Nur di atas. Pernah salah seorang sahabat dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan, “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya, “Keluarlah, ajari orang itu tata cara meminta izin, katakan kepadanya, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Akhirnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mempersilakannya untuk masuk ke rumah beliau. (HR. Abu Dawud no. 5177)

Perhatikanlah wahai pembaca rahimakumullah, perkataan “bolehkah saya masuk” atau yang semisalnya saja belum cukup, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dulu. Bahkan mengucapkan salam ketika bertamu juga merupakan adab yang pernah dicontohkan oleh para malaikat (yang menjelma sebagai tamu) yang datang kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam sebagaimana yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya):

“Ketika mereka (para malaikat) masuk ke tempatnya(Ibrahim) lalu mengucapkan salam.” (Adz–Dzariyat: 25)

b. Meminta izin sebanyak tiga kali
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Meminta izin itu tiga kali, jika diizinkan maka masuklah, jika tidak, maka pulanglah.” (HR. al-Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 2153 dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Hadits tersebut memberikan bimbingan kepada kita bahwa batasan akhir meminta izin itu tiga kali. Jika penghuni rumah mempersilahkan masuk maka masuklah, jika tidak ada jawaban atau keberatan untuk menemui pada waktu itu maka pulanglah. Yang demikian itu bukan suatu aib bagi penghuni rumah tersebut dan bukan celaan bagi orang yang hendak bertamu, jika alasan penolakan itu dibenarkan oleh syariat. Bahkan merupakan penerapan dari firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya):

“Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (An-Nur: 28)

c. Jangan mengintip ke dalam rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa mengintip ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka sungguh telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya.” (HR. Muslim no. 2158 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dalam hadits ini, terdapat ancaman keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seseorang yang bertamu dengan mengintip atau melongok ke dalam rumah yang ingin dikunjungi. Maka bagi tuan rumah berhak untuk mengamalkan hadits ini ketika ada seseorang yang berbuat demikian tanpa harus memberi peringatan terlebih dahulu pada seseorang tersebut dan tidak ada baginya keharusan untuk membayar diyat (harta tebusan) ataupun qishash (hukuman balas) terhadap apa yang dia lakukan terhadap orang tersebut.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dan yang lainnya juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barang siapa melongok ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka mereka boleh mencungkil matanya, tanpa harus membayar diyat dan tanpa qishash.” (Lihat Syarh Shahih Muslim dan Fathul Bari)

4. Mengenalkan Diri

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang kisah Isra` Mi’raj, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” Kemudian ditanya lagi, “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari kisah ini, al-Imam an Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal, Riyadhush Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seorang yang minta izin (bertamu) ditanya namanya, “Siapa anda?” maka harus dijawab dengan nama atau kunyah (panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah dikenal, dan makruh jika hanya menjawab, “Saya” atau yang semisalnya.” Ummu Hani` radhiyallahu ‘anha, salah seorang sahabiyah mengatakan, “Aku mendatangi Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah menutupi beliau. Beliau bersabda, “Siapa ini?” Aku katakan, “Saya Ummu Hani`.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Demikianlah bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang langsung dipraktikkan oleh para sahabatnya, bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang sahabatnya ketika kurang memperhatikan adab dan tata cara yang telah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bimbingkan ini. Sebagaimana dikisahkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu,

“Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku mengetuk pintunya, beliau bersabda: “Siapa ini?” Aku menjawab, “Saya.” Maka beliau pun bersabda, “Saya, saya.” Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

5. Menyebutkan Keperluannya

Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan rumah supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan kunjungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu dan keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana kisah para malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):

“Ibrahim bertanya, “Apakah urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa.” (Adz-Dzariyat: 32)

6. Memintakan izin untuk tamu yang tidak diundang

Jika bertamu dalam rangka memenuhi undangan, namun ada orang lain yang tidak diundang ikut bersamanya, maka hendaknya mengabarkan kepada tuan rumah dan memintakan izin untuknya. Hal ini pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana kisah sahabat Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

“Di kalangan kaum Anshar ada seseorang yang dikenal dengan panggilan Abu Syu’aib. Dia mempunyai seorang budak penjual daging. Abu Syu’aib berkata kepadanya, “Buatlah makanan untukku, aku akan mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Maka dia pun mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang bersama 4 orang lainnya, ternyata ada seorang lagi yang mengikuti mereka, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya anda mengundang kami berlima, dan orang ini telah mengikuti kami, jikalau anda berkenan anda dapat mengizinkannya dan jika tidak anda dapat menolaknya.” Maka Abu Syu’aib berkata, “Ya, saya mengizinkannya.” (HR. al-Bukhari no. 5118 dan Muslim no. 2036)

7. Tidak Memberatkan Tuan Rumah dan Segera Kembali ketika Urusannya Selesai

Bagi seorang tamu hendaknya berusaha tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah dan segera kembali ketika urusannya selesai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):

“…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak percakapan…” (Al-Ahzab: 53)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Jamuan tamu itu tiga hari dan perjamuannya (yang wajib) satu hari satu malam. Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya hingga menyebabkan saudaranya itu terjatuh dalam perbuatan dosa. Para sahabat bertanya, “Bagaimana dia bisa menyebabkan saudaranya terjatuh dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab, “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim no. 48 dan Abu Dawud no. 3748 dari sahabat Abu Syuraih al-Khuza’i radhiyallahu ‘anhu)

Disebutkan oleh para ulama bahwa perjamuan yang wajib dilakukan tuan rumah kepada tamu hanya satu hari satu malam (24 jam). Jamuan tiga hari berikutnya hukumnya mustahab (sunnah) dan lebih utama. Adapun jika lebih dari itu maka sebagai sedekah. Maka dari itu, bagi tamu yang menginap kalau sudah lewat dari tiga hari hendaknya meminta izin kepada tuan rumah. Kalau tuan rumah mengizinkan atau menahan dirinya maka tidak mengapa bagi si tamu tetap tinggal, dan jika sebaliknya maka wajib bagi si tamu untuk pergi. Karena keberadaan si tamu yang lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk sangka. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

8. Mendoakan Tuan Rumah

Hendaknya seorang tamu mendoakan tuan rumah atas jamuan yang dihidangkan kepadanya. Di antara doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْ مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَ ارْحَمْهُمْ

“Ya Allah berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim no. 2042 dari sahabat Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu)

Wallahu a’lam bish shawab.

🔰✨🔰✨🔰✨🔰✨🔰✨🔰✨🔰

💐 TANYA JAWAB THOLABUL'ILMI AKHWAT T17 💐

1⃣ Saya mau bertanya 😁 Dari materi di atas tatacara meminta izin ketika bertamu berarti kita harus mengucapkan salam. Bagaimana kalau kita bertamu ke orang non muslim apakah kita juga harus mengucapkan salam? Bukankah orang islam dilarang mengucapkan salam ke orang non muslim?

✍🏼📃 Jawab :
Bismillah..
Adab diatas adalah bertamu dlm islam tentunya berlaku bagi umat muslim..
Bagaimana klo kt bertamu k rmh non muslim?
Apa nyelonong aja masuk??
Tentu tidak..
Kt tetap terapkan adab2 diatas,  tp mngkn ada bbrp yg harus disesuaikan dg kondisi sprti mengucapkan salam..
kt ttp harus mengucapkan salam,
Salam itu ada bnyk macamnya,  salamnya orang muslim السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Klo slm dg non muslim bs dg selamat pagi,  selamat siang,  selamat malam,  dll..
Atau bs jg dg kata permisi

Intinya tetap kt pakai adab2 kesopanan saat bertamu dirmh siapapun itu

2⃣ Afwan..sudah boleh bertanya kah..jika bertamu dan menginap lebih dari 3 hari..sikap kita harus bagaimana ya ustdz..syukron✍🏻🙏

✍🏼📃 Jawab :
Ini jg sudah dijelaskan diatas,
Batas bertamu dan menjamu tamu itu 3 hari,  jika lebih dr itu mk itu sbg sedekah bagi tuan rumah..
Dan sebaiknya yg bertamu jg meminta izin kpd tuan rumah jk ingin bertamu lebih dr 3 hari..
Jk tuan rumah mengizinkan dg kerelaan mk tidak apa2, tp jk tuan rumah merasa keberatan mk yg bertamu jg harus   sadar diri..
Intinya jangan menyusahkan dan merepotkan  tuan rumah, terutama mslh makan..
.
Yg bertamu jg harus bs berbasa basi dg tuan rumah..
Misalnya membawa buah tangan,  membantu pekerjaan rumah tuan rumah jk diizinkan

3⃣ Apakah dulu waktu jamannya nabi ibrahim uda ada solat? Trus gimana ceritanya nabi ibrahim kok akhirnya percaya Allah yg tidak terlihat sedangkan dia pernah meninggalkan matahari yg sudah pernah disembahnya karena menghilang tak abadi?

✍🏼📃 Jawab :
Shalat itu sudah ada pada zaman nabi Ibrahim tp mungkin tatacara nya berbeda dg pd jaman nabi Muhammad SAW seperti yg kt lakukan skrg ini..
Coba baca lg ttg siroh nabi Ibrahim AS..
Hidayah itu mutlak punya Allah SWT,  jd Allah yg berhak untuk memberikannya kpd siapa dan dengan cara apa..
bgtu jg dg nabi Ibrahim,  proses beliau dlm mencari Tuhan semesta alam itu luar biasa, dr menyembah patung,  bintang,  bulan, matahari,  dll..
Beliau menemukan ketidakabadian dr semua itu..
Saat beliau bertafakur memikirkan semuanya disanaklah hidayah itu dtg.,
Bahwa ada sesuatu yg abadi dan Maha Dahsyat yg menguasai jagat raya..

Klo baca siroh2 nabi terdahulu ini masyaAllah luar biasa

Kdg smp gk terasa air mata mengalir

Nabi ibrohim itu bapaknya para nabi
.
🌸Boleh minta rekom judul bukunya ustadzah?

Jawab:
Siroh para nabi bagus,
Atau siroh nabawiyah jg ada diceritakan ttg nabi ibrahim
.
Banyak ritual ibadah umat islam yg lahir pd jaman nabi Ibrahim,  salah satunya ritual haji dan qurban..
Dan setiap rentetan ritualnya,  mulai dr thawaf,  sa'i, melempar jumroh dll smuanya itu ada mknanya..
dan kt akan melelwh terharu saat tau kisah awal mula semuanya..
MasyaAllah.. perjuangan kt bukan apa2 dibandingkan para nabi😭😭😭😭

4⃣ Afwan ust di luar tema Bagaimana ya tata cara Islam menyikapi bapak teman yg meninggal dunia?

✍🏼📃 Jawab :
Salah satu kewajiban umat muslim adalah mengantarkan jenazah ke t4 peristirahatan terakhir..
Tentunya sblmnya sdh dimandikan,  dishalatkan dan dikafani..
Tak lupa pula kt ikut mendoakan agar Almarhum husnul khotimah..

🔰✨🔰✨🔰✨🔰✨

🔰🔰🔰
- Facebook : Tholabul'ilmi Group
-  Instagram : Tholabulilmi_ig
- www.tholabulilmi.org
- Fp Tholabul'ilmi Fanpage
- tumblr tholabulilmiwa
- Telegram @kajiantholabulilmi

▶▶▶
Gabung Yuk
Caranya Ketik :
👉🏽Nama#L/P#Domisili#no.WA
Kirim ke :

[WhatsApp]
@dmin TI
081355111241
🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACAM MACAM IKHTILAF (Perselisihan Pendapat Ulama)

Praktek Kerja Lapangan (PKL) - bagian 2

I.M.M 2