MENGIKAT BURUAN

📝 MENGIKAT BURUAN 📖
By Ustadzah Dwi Aryani.

Sahabat JOSH yang di rahmati Allah...

📡📹
Fenomena zaman now yang menjadi hal memprihatinkan  adalah;
🔎Ada beberapa adab majelis ilmu yang mungkin sudah dilupakan dan dilalaikan, yaitu berusaha mencatat ilmu tersebut. Seringnya yang datang ke majelis ilmu dengan niat yang kurang ikhlas, datang ke majelis ilmu hanya sekedar mendengarkan sambil santai-santai, itupun tidak serius, ada yang sambil bermain HP, ada yang sambil bersandar di posisi paling belakang dan adab yang tidak selayaknya ada di majelis ilmu yang mulia serta di doakan oleh para malaikat. Bahkan ada yang niatnya kurang baik yaitu majelis ilmu dengan tujuan utama ngumpul-ngumpul, kopdar, ingin ketemu ustadznya atau tujuannya berdagang saja

🔎Tanpa disadari seiring waktu, ilustrasi keseharian murid sekolah menyadarkan  betapa semakin hari semakin jauh para anak didik ini dari kegemaran membaca. Sering kali para guru mengerakkan dengan minat baca agar mereka dapat membaca terlebih dahulu sebelum memulai pembelajaran. Masalah rendahnya minat baca ini sudah semakin sering di jumpai, padahal kita sama-sama tahu bahwa membaca kunci utama mencetak generasi yang mampu berpikir kritis (aktif).

Ilmu adalah buruan
Senjata utama yang harus disiapkan oleh para pemburu ilmu adalah ketertarikan dan kedisiplinan membaca.
Dengan membaca maka seseorang akan mendapat segala sesuatu yang ia inginkan, bahkan ketika seseorang lebih banyak membaca dari gurunya, maka saat itu ia dikatakan lebih pandai dari gurunya. Tak ayal lagi bahwa buku adalah jendela dunia dan barang siapa hendak melihat keindahan dunia hendaklah ia membuka jendela itu dan  memperhatikannya dengan seksama.

◾ Setelah pemburu mendapatkan tangkapan, maka ia harus segera mengikat tangkapan tersebut agar tidak lari dan lepas. Pengikat ilmu yang paling kuat dan aman adalah pena, yakni dengan menuliskannya.
Dalam ayat yang pertama kali turun disebutkan

📖 “bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara pena. Dia mengajarkan kepada menusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq 1-5)

✒Itulah urgensi pena untuk menambah pengetahuan. Tentang ayat ini, Ibnu Katsir berkata di dalam tafsirnya,
“Segala puji bagi Allah, karena wahyu yang diturunkan pertama kali adalah ayat-ayat yang penuh barakah tersebut. Itu merupakan rahmat, sebagai wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.”
Beliau juga mengatakan, “Terkadang ilmu itu datang dengan berfikir, terkadang dengan lisan, dan terkadang dengan tulisan.” Lalu beliau menambah dengan atsar, “Ikatlah ilmu dengan catatan".

🔜 Sahabatfillah...

📝 Ikatlah Ilmu dengan Tulisan !

Imam Syafi`i rahimahullah, menyatakan ;

Ilmu laksana hewan buruan, dan tulisan adalah pengikatnya.
Ikatlah hewan buruanmu dengan tali pengikat yang kuat.

Diantara bentuk kebodohan adalah jika engkau memburu rusa Engkau tinggalkan buruanmu tersebut bebas (tanpa diikat).

✒Imam asy-Asyafi’I menilai orang yang tidak mau mencatat ilmu yang ia dengar, itu seperti pemburu yang tidak mau mengikat hasil buruannya.
Benarlah apa yang dikatakan beliau. Betapa sering kita mendengarkan kajian, mendengarkan hadits dibacakan, atau kisah yang mengesankan, akhirnya hilang tak tersimpan. Pada gilirannya, kitapun menyesal lantaran kita tak mampu menghadirkannya saat diperlukan.

✒Pentingnya menulis juga dikuatkan oleh Imam asy-Sya’bi, beliau berkata, “Jika kamu mendengar suatu ilmu, maka tulislah, meskipun (jika tak ada kertas) di dinding, itu lebih baik bagimu, karena suatu saat kamu pasti membutuhkannya.”

✒Anjuran mencatat ilmu
Rasulullah SAW bersabda;

قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ

“Ikatlah ilmu dengan dengan menulisnya”
(Hadits shahih dengan keseluruhan jalannya sebagaimana diterangkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 2026)

Bahkan beliau memerintahkan sebagian sahabatnya agar menulis ilmu. Salah satunya adalah Abdullah bin ‘Amru. Beliau bersabda kepadanya:

اكْتُبْ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ

“Tulislah. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidaklah keluar darinya melainkan kebenaran”
(Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 501; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/164 & 192, Al-Haakim 1/105-106, dan yang lainnya)

💬Daya ingat manusia lemah dan terbatas, karenanya kita dianjurkan agar mencatat ilmu. Dengan mencatat ilmu ketika di majelis, maka kita berusaha merangkum apa yang didengar dan mencatatnya. Ini membuat lebih fokus ketika mengikuti majelis ilmu dan membuat ingatan lebih kokoh dan yang lebih penting sikap ini menunjukkan perhatian kita terhadap ilmu serta memuliakan ilmu agama yang berkah ini.

💬Tafsir surat Al-Alaq memerintahkan agar kita mencatat ilmu agar tidak mudah lupa. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,“kita katakan, iya. Lupa ada obatnya (dengan karunia dari Allah) yaitu menulis".
Karenanya Allah memberi karunia kepada hamba-Nya dengan surat Al-Alaq. Yaitu  iqra kemudian “mengajarkan dengan perantara pena, Maksudnya, bacalah dengan hafalannya, jika tidak hafal maka dengan tulisanmu.

Allah SWT menjelaskan kepada kita bagaimana mengobati penyakit  penyakit lupa dengan menulis.

📝 Ikat juga Ilmu dengan Amal !

Di zaman sekarang di mana mudahnya mendapatkan sarana tulis-menulis dan kemudahan copy-paste di sosial media internet, hanya jika teknologi digital itu tidak berfungsi lagi maka kita butuh buku sebagai pengingat kita dalam mengamalkan nya karenanya ada ungkapan,
قيد العلم بالعمل
“ikatlah ilmu dengan mengamalkannya”

Seanjutnya Ilmu lebih layak diikat dengan amal karena ilmu yang telah diikat dikitab-kitab akan lebih bermamfaat jika diikat dengan amal,  Apalagi di zaman sekarang ini kita sangat butuh terhadap amal, contoh akhlak mulia bagi masyarakat.

Sahabatfillah

📝 Mereka yang Akrab dengan Pena

Ketika menyebut nama-nama besar para ulama, sejarah selalu menyebut senjata yang mengantarkan mereka sampai ke puncak ilmu. Senjata itu adalah pena. Seperti Imam Muhaddits, az-Zuhri yang banyak berjasa dalam periwayatan hadits. Hingga dikatakan,“Kalaulah bukan karena az-Zuhri, niscaya banyaklah sunah yang hilang.”

📜Tentang beliau, Shalih bin Kaisan berkata, “Saya berada dalam satu majlis bersama az-Zuhri untuk menuntut ilmu, kamipun mencatat apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Lalu az-Zuhri berkata, “Kita catat apa-apa yang dikatakan oleh sahabat.” Tetapi saya berkata, “Itu bukan sunah, kita tidak perlu mencatatnya.” Maka az-Zuhri mencatatnya, sementara saya tidak, iapun sukses, sementara saya banyak kehilangan.”

📜Sa’id bin Jubair, ulama tabi’in yang ahli dalam tafsir, beliau mengisahkan masa-masa indah belajar bersama gurunya, Ibnu Abbas, “Aku menulis apa yang disampaikan Ibnu Abbas hingga catatanku penuh, maka aku menulisnya di telapak tanganku, dan bahkan di bagian atas sendalku.”

📜Lain lagi dengan Imam Isma’il al-Jurjani beliau setiap malam menyalin sebanyak 90 halaman dengan salinan yang detil. Adz-Dzahabi mengomentari, “Dengan cara seperti itu, andai saja beliau ingin menyalin kitab Shahih Muslim, niscaya hanya membutuhkan waktu satu pekan saja.”
Padahal, untuk ukuran sekarang, kitab Shahih Muslim tidak kurang dari 1.500 halaman dengan ukuran huruf (font) yang kecil.

📝 Buku Sebagai Pengikat Ilmu

“Ilmu itu buruan, dan tulisan itu pengikatnya. Maka, ikatlah buruan itu dengan tali yang kuat.”  Pribahasa Arab yang menggambarkan betapa pentingnya menulis. Salah satu media karya tulis adalah buku.

📚Buku tidak hanya memperlihatkan pesan dan wacana yang dibangun oleh penulis dalam mengemukakan ide dan pikirannya, tetapi buku juga menawarkan berita (news), ilmu pengetahuan, keterampilan praktis, dan hiburan.
Tidaklah heran bila buku disebut juga sebagai jendela dunia.  Bila tulisan sang penulis mampu menggugah dan membangun jiwa sang pembaca, maka tidak heran bila buku tersebut dapat mereformasi peradaban manusia di dunia. Tidak jarang kita temukan bahwa seseorang berubah, entah dalam paradigma ideologis, sosial atau budaya karena telah membaca suatu buku. Itulah kekuatannya buku.

📚Namun, seyogyanya dalam membaca buku, kita dapat mengikat bacaan-bacaan tersebut dengan tulisan. Tulisan-tulisan yang tertuang dalam buku untuk turut mengembangkan dan menambah wacana keilmuwan. Maka, mari kita mengikat ilmu kita dengan menuliskannya dalam buku, sehingga dengan buku kita tidak hanya mencari ilmu pengetahuan, tapi ikut juga menebarkannya.

✒Ustadz Yazid hafizhahullah memberikan nasihat yang bagus, “Seorang penuntut ilmu tidak boleh bakhil atau pelit untuk membeli buku tulis, ballpoint, kitab, dan berbagai sarana yang dapat membantunya untuk mendapatkan ilmu.

📝 Cara mencatat Faidah Ilmu

Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata, “Buatlah sebuah buku kumpulan faidah atau buku catatan untuk menulis faidah ilmu. Jika engkau memanfaatkan bagian belakang cover kitab untuk  mencatat faidah dari kitab tersebut, maka itu suatu hal yang baik. Lalu pindahlah catatanmu tadi ke buku catatanmu, urutkanlah sesuai dengan materinya, lalu cantumkanlah pokok bahasan, nama kitab, halaman, dan jilid kitab. Lalu tulislah di akhir catatanmu tadi : “Dinukil dari…” supaya tidak tercampur antara faidah yang dinukil dari kitab dan yang tidak dinukil dari kitab tersebut” (Diringkas dari Hilyah Thalibil ‘Ilmi hal. 52)
🌐📒

Sahabat JOSH fillah...

📝Sebentar lagi kita memasuki liburan pada semester ini, maka saat itu sahabat bisa mengulangi kembali apa saja yang sudah dikaji di kol AIHQ ini, sahabat bisa membuat catatan catatan khusus dan membuat kesimpulan untuk bisa diingat dan diikat dalam hati dan fikiran sehingga sahabat bisa mengamalkannya dengan cara menyampaikannya atau mendakwahkannya.

📚Kedepan team AIHQ akan membukukan tema tema yang sudah dikaji, jika Allah izinkan buku AIHQ akan terbit tahun depan, semoga Allah lancarkan.

Wallahu a”lam bishawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACAM MACAM IKHTILAF (Perselisihan Pendapat Ulama)

Praktek Kerja Lapangan (PKL) - bagian 2

I.M.M 2