Dilema memilih
Saat mengepost ini saya sudah keluar dari keadaan 'dilema untuk memilih'. Bukan bermaksud untuk dikasihani, hanya saja ingin berbagi cerita. Cerita tentang betapa sayangnya Dia yang harus disyukuri. Dan cerita tentang tidak tau bagaimana harus bersyukur dalam keadaan seperti ini. Ya, bersyukur.
Jadi cerita tentang betapa sayangnya Dia itu adalah semenjak lulus kuliah, gak langsung nganggur karena ada kerjaan dari dosen. Setelah pekerjaan selesai, pulang ke ortu, tapi memang belum langsung nyari kerja karena masih ingin nganggur (nganggur kok ingin?), istilahnya masih ingin santai lah, belum mikir apa-apa sampai akhir tahun datang. Entah mungkin orang rumah bosan lihat saya berleha-leha di rumah, akhirnya saya disuruh kasih masuk lamaran ke berbagai tempat. Yaa mungkin memang sudah seharusnya. Berbagai tempat itu yang saya ajukan lamaran hanya satu, yaitu di salah satu bank syariah di sini. Hahaha kalau memang tidak ada niat yaa gini. Jadinya masih tetap santai sambil menunggu panggilan kerja. Sampai bulan Januari saya masih menunggu. Dan sayangnya Dia kali ini ada di akhir bulan Januari. Tanggal 31 malam, saya diajak oleh sepupu saya ke salah satu RS swasta di sini, kebetulan juga sepupu saya kerja di sini. Diajak ketemu direktur RS, dan hanya dapat satu pertanyaan, "kamu bisa kerja?". Hanya itu. Iya, hanya itu. Mungkin dia tidak melihat kalau saya mampu bekerja. Hahaaha (sudah diragukan di awal). Maka hari berikutnya tanggal 1 Februari, mulailah saya kerja di RS swasta itu. Sampai hari ini sudah hampir tiga bulan saya bekerja. Alhamdulillah sudah bisa merasakan hasil sendiri.
Sekarang tiba dicerita yang tidak tau bagaimana harus bersyukur di keadaan seperti ini. Jadi, kamis siang saya mendapati pesan yang isinya panggilan untuk tes tertulis di bank syariah yang pernah saya masuki lamaran. Tes tertulis bahasa inggris, pengetahuan agama, dan perbankkan syariah. Waktunya setelah sholat Jumat. Disitu saya merasa bingung. Ingin ikut tapi terlalu banyak halangan. Hari Jumat ini saya dapat shift pagi di kantor dan pulangnya pukul tiga. Setelah dipikir lagi, ini apa saya terlalu tidak tahu diri? Diterima kerja di RS tanpa melamar, kerjanya juga hanya tujuh jam sehari, dan gaji standar UMP. Apa itu tidak Alhamdulillah sekali?
Pada saat masih punya keinginan untuk ikut tes, saya minta izin untuk pulang lebih awal di hari Jumat, saya mengutarakan alasan saya, dan Abang mengiyakan. Jadi saya punya sedikit semangat untuk ikut tes besok. Pulang kerumah dengan hati masih ragu, karena jika ceritakan soal ini ke ortu pasti mereka tidak sependapat dengan keinginan saya. Jadinya saya cerita hal ini pada teman-teman saya yang terpercaya. Dari semua hasil, separuh mendukung, dan sisanya lagi kurang mendukung. Tapi bagaimanapun keputusan pasti ditangan saya. Akhirnya memberanikan diri bilang ke ortu. Alhasil, saya diceramahi ini itu. Intinya dipikir lagi. Mau tetap dengan apa yang sudah dinikmati di depan mata, atau sesuatu yang menggiurkan tapi belum terlihat? Hah, setelah itu saya langsung pura-pura tidur cepat sembari berpikir bagaimana keputusannya. Sampailah di Jumat subuh dengan keputusan final tidak ikut tes. Titik!
Tapi setelah dipikir-pikir kembali, lebih baik saya memang tidak ikut. Saya terlalu serakah jika menginginkan apa yang belum pasti di depan sana. Jika saya ikut tes ini secara diam-diam, dan tiba-tiba saya ketahuan oleh pihak RS, saya bisa langsung dikeluarkan dengan cara tidak terhormat. Bukan hanya saya yang sangat malu, tapi sepupu saya pun akan tercoreng nama baiknya. Astagfiruwlahhaladzim. Lagi pula saya berpikir kalau belum tentu langsung tembus dan menjadi karyawan di sana. Bedanya memang sangat besar. Dari mulai resiko, gaji, waktu, dan beberapa hal lainnya. Itu yang membuat saya berpikir berkali-kali.
Dan pagi ini, ke kantor dengan perasaan yang agak tidak tenang. Entahlah, saya agak marah sama mama dan sepupu saya soal semalam. -maafkeun- Jadinya tidak terlalu bersemangat ke kantor. Sampai kantor, kami mendapati ruangan tergenang air karena pipa tersumbat. Haah ya ampun, kerja bakti lah kami pagi-pagi. Saya tidak terlalu membantu banyak karena semua pegawai cleaning service dikerahkan. Dari pukul delapan pagi sampai pukul sebelas siang barulah pekerjaan itu selesai. Di sela-sela itu saya mengajak seorang pegawai disitu bercerita, sekedar menanyakan pendapat tentang hal yang membuat saya bimbang semalam. Pendapatnya hampir sama dengan separuh yang kurang mendukung. Dia mengatakan untuk bertahan dulu di sini setahun dua tahun. Rezeki itu tidak kemana. :) Itu pendapat kesekian yang membuat saya semakin kokoh untuk tidak mengikuti tes dan lanjut bekerja di RS ini.
Terima kasih untuk semua saran dan kritikan yang saya dapatkan. Maafkan karena saya langsung menanggapi dengan emosi sesaat. Saya menyesal telah marah sama mama dan sepupu saya. Saya hanya sedang dilema saat itu. Sekali lagi maafkan. Dan pastinya rasa syukur itu semakin bertambah. Semoga kita semua langsung sabar jika ditimpa masalah yang datang.
*ini postingan terpanjang yang pernah saya ketik dengan dua jempol pada layar hape. Melelahkan* :D
Komentar
Posting Komentar