makalah Etnografi

Suku Maybrat

BAB I

Pendahuluan
A.    Latar Belakang
         Pulau Papua (Irian) yang berbentuk seperti seekor burung, terletak di paling Timur Negara Indonesia, secara politis terbagi atas dua bagian besar dengan garis pembatas pada 130º- 141º Bujur Timur dan 225º Lintang Selatan. Propinsi ini memiliki luas 416.800 km². Pulau Papua ini terbentang luas dan megah dengan sejumlah gunung-gunung, sungai dan danau, serta memiliki batas-batas alam yang strategis. Wilayah Pulau Papua ini terdiri atas beberapa bagian yaitu: bagian kepala, bagian tengkuk, punggung, leher, dada dan perut dari dinosaurus/pulau raksasa kurang lebih 47% yang terletak dibagian barat adalah propinsi Papua, sedangkan sebelah timurnya sebesar 53% yaitu sebagian perut, punggung sampai keekor burung adalah tetangga Papua New Guinea(PNG).
         Batas-Batas Wilayah Papua :
Ø  Sebelah Utara berbatasan dengan Lautan Teduh/Samudera Pasifik dan laut Halmahera
Ø  Sebelah Timur  berbatasan dengan PNG   
Ø  Sebelah Barat berbatasan dengan laut Seram,laut Banda dan Propinsi Maluku
Ø  Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Arafuru dan benua Australia
        Kedudukan wilayah Papua saat ini terdiri atas dua Propinsi yaitu: Propinsi Papua dan Propinsi  Papua Barat. Wilayah Propinsi Papua terbagi atas satu wilayah kota Madya  yaitu kota Jayapura dan 26 Kabupaten. Sedangkan Wilayah Propinsi Papua Barat terdiri atas wilayah kota Sorong dan 8 wilayah Kabupaten. (Data Statistik, 2008)
         Pulau Papua yang luasnya kurang lebih 3,5 kali luas pulau Jawa,dan dari segi ekonomis wilayah Pemerintahan terdiri atas  empat zona yang masing-masing menunjukan difersifikasi terhadap system mata pencaharian dari kebudayaan dan sembarang suku bangsa-suku bangsanya. Menurut Marcoln  dan Mansoben(1987-1990), Kelompok etnik yang beraneka ragam di Papua tersebar pada empat zona ekologi yang biasa kita kenal dengan sebutan:
a.       Zona Rawa, Pantai dan Sepanjang aliran sungai.
b.      Zona Dataran Tinggi/Pegunungan.
c.       Zona Kaki Gunung dan Lembah Kecil.
d.      Zona Dataran Rendah dan Pesisir.
      Luasnya wilayah pulau papua dan banyaknya suku-suku yang terdapat di wilayah papua inilah yang membuat banyak perbedaan antara suku-suku yang ada di pulau ini.Dengan banyaknya perbedaan yang ada maka kali ini akan belajar mengenai SUKU MAYBRAT yang ada di wilayah papua,propinsi papua barat.
B.     Tujuan
    Tujuan dari kita mempelajari Suku Maybrat  adalah agar kita lebih mengenal cara hidup dan adat istiadat dari Suku Maybrat.


BAB II
Pembahasan
    Secara tradisonal, tipe masyarakat Papua Barat dapat dibagi kedalam empat kelompok  yaitu:
a.       Penduduk pesisir pantai
b.      Penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah
c.       Penduduk pegunungan yang mendiami lembah
d.      Penduduk pegunungan yang mendiami lereng-lereng gunung
Yang akan di bahas pada makalah ini adalah Sistem Kemasyarakatan, Sistem Kepemimpinan, Sistem Kepercayaan, Sistem Mata Pencaharian dan Kesenian dari Suku Maybrat.

1.      SISTEM KEMASYARAKATAN
     Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, masyarakat Maybrat  hidup berkelompok dalam jumlah yang kecil .Tetapi hubungan antar kelompok sudah mulai erat karena  mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang kejam dan berat , sehingga sistem kemasyarakatan yang muncul pada saat itu sangat sederhana. Tetapi pada masa bercocok tanam, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan hidup. Dan aturan hidup dapat terlaksana dengan baik karena adanya seorang pemimpin yang mereka pilih atas dasar musyawarah. Pemilihan pemimpin tentunya tidak dapat dipilih dengan sembarangan, seseorang yang dipilih sebagai pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan roh-roh atau arwah nenek moyang demi keselamatan desa setempat, serta keahlian-keahlian yang lebih. Selanjutnya sistem kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khususnya pada masa perundagian. Karena pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks. Masyarakat terbagi-bagi menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan bidang kehliannya. Masing-masing kelompok memiliki aturan-aturan sendiri, dan disamping adanya aturan yang umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok. Aturan yang umum dibuat atas dasar kesepakatan bersama atau musyawarah dalam kehidupan yang demokratis. Dengan demikian system kemasyarakatan pada masa prasejarah di Indonesia telah dilandasi dengan musyawarah dan gotong royong.

2.      SISTEM KEPEMIMPINAN TRADISIONAL (PEMERINTAHAN)
Sistem kepemimpinan tradisional pada orang Maybrat dikenal dengan istilah Big Man Trade status bobot diberikan kepada seseorang. Bila mana secara individual mempunyai potensi mengumpulkan kain timur yang banyak atau seorang dukun yang disenangi oleh masyarakat. Setiap individu dalam masyarakat Maybrat bersaing secara ketat untuk memperoleh gelar bobot. Masing-masing individu dengan berbagai potensi memanfaatkan sumber dan sarana untuk memperoleh kain timor (bo), memberikan bo dalam jumlah yang lebih besar berarti dengan sendirinya Ia disanjung, dihormati, dihargai (mempunyai nama besar sebagai bobot). Kecuali itu seorang bobot biasanya memiliki para pembantu. Pembantu seorang bobot, biasanya adalah anak-anak piatu yang diangkatnya. Selain itu, ada juga para budak, yang diberikan kepada bobot, sebagai pembantunya jika orang tua mereka tidak mampu melunasi utang kain timornya kepada si bobot. Namun setelah masuknya agama Kristen sudah tidak ada lagi praktek-praktek perbudakan tersebut. Pada saat sekarang ini, pengaruh bobot masih nampak, terutama memiliki kewenangan untuk membuat keputusan, misalnya menyatakan perang suku, menjatuhkan vonis bersalah atau tidaknya kepada pihak-pihak yang bertikai.
Sistem pelapisan pada orang Maybrat di bedakan dalam tiga strata, yaitu;
1)      Lapisan masyarakat atas (tuan atau ra bobot)
2)      Lapisan masyarakat menengah (ra sai atau ra kinya)
3)      Lapisan masyarakat bawah atau golongan orang kebanyakan (ra kair atau ra warok)
Pembedaan lapisan sosial pada masyarakat Maybrat didasarkan pada pemikin kain timor yang dimiliki. Agar lebih jelasnya, akan diuraikan masing-masing lapisan dengan kriteria sebagai berikut:
1)      Lapisan masyarakat atas (tuan atau ra bobot) yang termasuk kategori masyarakat atas adalah memiliki kain timor pusaka (iwan) dan beberapa kain timor yang termasuk klasifikasi berkualitas seperti wan safe, sariem dan sebagainya. Untuk memperoleh gelar bangsawan seperti ra bobot, ada beberapa kriteria tertentu yakni kepemilikan kain timor berkualitas kelas satu (kain timor pusaka), pandai bermain atau melakukan transaksi tukar-menukar, kedudukan yang bersifat melembaga, tingkat senioritas dan memilki kekuasaan atas sejumlah pengikut.
2)      Lapisan masyarakat menengah (ra sai atau ra kinya), yang termasuk kategori menengah adalah mereka yang tidak memiliki kain timor klasifikasi kwalitas kelas satu atau kain timor pusaka. Selain itu mereka juga tidak memiiki kain timor yang sebanding dengan kain timor yang dimiliki oleh golongan masyarakat kelas atas. Kain timor yang dimiliki oleh golongan masyarakat menengah tidak sebanyak yang dimiliki oleh golongan masyarakat atas.
3)      Lapisan masyarakat kebanyakan atau (ra kain atau ra warok), yang termasuk golongan orang kebanyakan adalah golongan masyarakat yang sama sekali  tidak memiliki kain timor kelas satu dan kain timor jenis lainnya secara hirarkis, membedakan masyarakat Maybrat kedalam berbagai lapisan memang tidak nampak secara jelas. Namun dalam kehidupan sehari-hari membedakan strata social orang Maybrat sangat nampak, terutama dalam hal pemilihan jodoh, sering nampak jelas pada saat terjadi pertikaian atau konflik.

3.      SISTEM KEPERCAYAAN
Sistem kepercayaan  prasejarah orang Maybrat , diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau disebut dengan masa bermukim dan berladang yang terjadi pada zaman Mesolithikum. Mengenai bukti adanya kepercayaan orang Maybrat pada zaman Mesolithikum dan beberapa bukti lain yang turut memperkuat adanya corak kepercayaan mereka pada zaman prasejarah adalah ditemukanya bekas kaki pada nekara disungai Wemayis kampong Sauf, kabupaten Maybrat. Bekas kaki tersebut menggambarkan langkah perjalanan yang akan mengantarkan roh seseorang ke alam baka. Hal ini berarti pada masa tersebut orang Maybrat sudah mempercayai akan adanya roh. Kepercayaan terhadap roh terus berkembang pada zaman prasejarah. Hal ini tampak dari kompleksnya bentuk-bentuk upacara penghormatan, penguburan dan pemberian upeti atau sesajen. Kepercayaan terhadap roh inilah yang dikenal  dengan Aninisme. Aninisme berasal dari kata Anima artinya jiwa atau roh, sedangkan Isme artinya paham atau kepercayaan. Disamping adanya kepercayaan Aninisme ada juga terdapat kepercayaan Dinamisme. Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contohnya yaitu: pohon-pohon besar atau bukit dan pegunungan serta sungai tertentu yang dianggap memiliki kekuatan. Dengan demikian kepercayaan masyrakat Maybrat pada zaman prasejarah adalah Aninisme dan Dinamisme.

4.      SISTEM MATA PENCAHARIAN
Berdasarkan letak geografis daerah maka sistem mata pencaharian hidup suatu kelompok etnis ditentukan oleh potensi yang terkandung  didaerahnya termasuk kondisi serta kesuburan tanah. Masyarakat Maybrat yang mendiami kecamatan Ayamaru mengembang berbagai sistem mata pencaharian hidup dengan kondisi geografis daerahnya. Adapun mata pencaharian tersebut antara lain;  menangkap ikan,berkebun dan berburu. Berikut akan diurai satu persatu mengenai sistem mata pencaharian tersebut seperti dibawah ini.
a)      Menangkap ikan
Mofot syoh/maka aya atau menangkap ikan merupakan mata pencaharian sampingan bagi penduduk di kecamatan Ayamaru. Namun demikan pekerjaan ini menjadi pencaharian penting bagi orang Maybrat yang khusus berdiam di daerah pinggiran danau. Penangkapan ikan biasanya dilakukan oleh anak laki-laki dan wanita baik yang sudah dewasa maupun anak-anak yang khususnya usia sekolah SD, SMP dan SMA. Pencarian ini di lakukuan pada siang hari maupun pada malam hari terutama pada musim-musim kemarau. Jenis-jenis ikan yang biasanya ditangkap adalah ikan mujair, ikan mas, ikan sepat, ikan tet, ikan gabus, udang, belut dsb. Teknik penangkapan di lakukan dengan cara menombak, menggunakan jaring, meracuni dengan akar tuba, atau menangkap dengan menggunakan tenaga. Hasil tangkapan ikan yang diperoleh, sebagian di konsumsi sendiri dan ada juga yang dibagikan kepada anggota kerabat yang lain atau di jual di pasar terdekat.
b)      Berkebun  
Orang Maybrat pada umumnya mengembangkan cara berkebun  secara tradisional (mkha ora), yakni sistem perladangan ini telah membudaya dalam kehidupan orang Maybrat, karena dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Mereka membuka kebun pada lahan milik kerabat atau klennya sendiri. Kebun dibuka dengan melalui berbagai pengetahuan tradisional mengenai teknik membuka lahan, seperti melakukan  survei atau pemilihan lahan (matsus thain), setelah memilih bahan yang cocok, maka dibuatlah rintisan dengan cara menandai bagian-bagian tertentu dari lahan yang berbatasan dengan lahan orang lain. Sesudah menandai lahan orang lain, tahap selanjutnya adalah menebas dan menebang pohon secara keseluruhan. Pohon-pohon dan rumput-rumput yang telah di tebas dibiarkan mengering lalu dibakar dan setelah dibakar maka lahan siap untuk dipakai. Orang Maybrat mengenal sistem pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan secara jelas. Semua pekerjaan yang dinilai berat (kasar) seperti pemilihan lahan, menebang pohon, membersihkan rumput, membuat pagar, membuat rumah untuk memelihara tanaman, dikerjakan oleh laki-laki. Sedangkan membersihkan daun-daun saat membakar kebun, memanen hasil, merawat tunas (bibit) yang hendak ditanam kembali, menjual hasil kebun dilakukan oleh kaum wanita (para istri). Jenis tanaman yang ditanam antara lain kedelai bete (awua),  keladi johar (awuah kulawe), ubi jalar (sasu), ubi kayu (ara sasu), pisang (abit), tebu ikan (lilin atau hata), kacang tanah (smail), ketimun (iteto) dll. Hasil ladang di konsumsi sendiri jika hasil ladang mengalami surplus maka sebagian lagi dijual dan sebagian lagi dibagikan kepada anggota kerabatnya.

c)      Berburu
Berburu bagi orang Maybrat merupakan mata pencaharian sampingan. Perburuan dilakukan pada saat tertentu saja, misalnya untuk keperluan pesta dan sebagainya. Lokasi perburuan terletak di hutan-hutan di sekitar kampung. Berburu dilakukan seecara individu atau berkelompok antara 4-5 orang. Waktu untuk berburu dilakukan dari malam hingga pagi hari. Lamanya perburuan berlangsung 3-4 hari. Para pemburu biasanya terdiri dari kaum laki-laki dewasa. Sedangkan untuk kaum wanita bertugas mengolah hasil buruan menjadi makanan yang siap dimakan, menjual hasil buruan itu ke pasar terdekat. Hasil buruan dibagikan kepada setiap pemburu yang ikut berburu. Pemburuan yang dilakukan secara berkelompok biasanya di lakukan untuk keperluan pesta besar. Sebaliknya hasil buruan yang dilakukan secara individu di konsumsi sendiri, atau di bagikan kepada anggota keluarga atau dijual. 




5.      KESENIAN
Seni atau kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang ada. Salah satunya adalah seni menganyam. Seni anyaman pada suku Maybrat merupakan suatu kebiasaan yang diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Anyaman tersebut disebut noken. Noken adalah tas yang dianyam dari kulit kayu. Masyarakat Maybrat menganggap noken sebagai symbol kesuburan kandungan seorang perempuan. Fungsi noken pada suku Maybrat sama halnya dengan suku-suku lain di papua  yaitu untuk mengisi dan menyimpan hasil bumi atau juga bisa digunakan untuk menggendong anak. Noken ini biasa diatas kepala.
Dapat juga dilihat pada Seni ukir yang diterapkan oleh masyarakat Maybrat terlihat seni hias pada benda-benda perunggu yang nenggunakan pola-pola geometric sebagai pola hias utama. Kesenian di Maybrat juga terdiri atas beberapa sub, antara lain: seni rupa, seni suara dan seni tari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GANGGUAN JIN ASYIQ DAN PENYEBABNYA

TA'ARUF

Praktek Kerja Lapangan (PKL) - bagian 2